Sejarah berdirinya Laman Kinipan berawal dari sebuah kerajaan Sarang Paruya, yang berdiri sebelum Masehi sekitar tahun ±1522, pada saat itu dikatakan tanah mula tumbuh karosik mula ada. Adapun kerajaan Sarang Paruya terletak dipenghuluan sungai Batang Kawa, conon kerajaan tersebut mempunyai seorang Raja bernama Santomang dengan permaisuri bernama Laminding, nama Laminding juga menjadi nama sebuah riam yang sangat indah sekarang menjadi obyek wisata masyarakat Kecamatan Batang Kawa. Adapun Kerajaan sarang paruya dihuni oleh penduduk asli borneo (suku dayak tomun) kerajaan Sarang Paruya merupakan kerajaan yang mempunyai kekayaan sangat besar dan karena kekayaanya tersebut maka kerajaan sarang paruya di kenal di mana-mana di seluruh kerajaan Nusantara dan senantiasa menjadi tujuan berlayar bagi para pedagang atau para saudagar kaya. Conon dalam sejarah, saudagar yang berlayar pertama kali ke kerajaan sarang paruya adalah Patih Nan Sabatang dari pagar ruyung, pulau sumatera barat, patih Nan Sabatang memberi nama bendera kapalnya yaitu sorai sarampun yang diambil dari nama anak dari istrinya di pulau sumatera bernama sorai sarampun/raja biak, adapun bendera tersebut masih tersimpan di desa kudangan sebagai barang pusaka. Sejarah pelayaran Patih Nan sabatang menuju kerajaan sarang paruya melalui selat bangulut tepatnya di bukit kujut/ tanah tama terletak di daerah desa patarikan, bertambat lagi di Bukit sampuraga yang terletak di penghuluan sungai belantikan, dari bukit sampuraga bertambat lagi di pulau batu Tikus, yang merupakan sebuah pulau kecil berada di sebelah ula/hilir laman kinipan, selanjutnya bertambat lagi di bukit lobur di seberang desa liku, selanjutnya bertambat lagi dibukit marunting batu aji dan akhirnya bertambat di pongkalan parahu mahiba bilai kekerajaan sarang paruya. Patih Nan Sabatang berlayar membawa dua suku, yaitu suku minang kabau dan suku malayu Ia tinggal di kerajaan sarang paruya dalam waktu yang cukup lama dan pada akhirnya ia meminang seorang dayang kerajaan sarang paruya bernama dayang ilung. Karena patih nan sabatang memperistrikan seorang dayang dari kerajaan sarang paruya dan karena patih nan sabatang memiliki kepandaian dan keberanian maka raja satomang mengangkat patih nan sabatang menjadi patih di kerajaan sarang paruya. Adapun dayang ilung memiliki lima orang saudara perempuan yang pertama bernama dayang Sarodang, yang kedua bernama dayang Caromin, yang ke tiga bernama dayang Agih dan yang ke empat bernama dayang Campan. Setelah sekian lama Patih Nan Sabatang menikah dengan Dayang Ilung maka lahirlah seorang putra bernama Cenaka Burai maka menetaplah Patih Nan Sabatang di kerajaan sarang paruya, Patih Kayak Kakal adalah keturunan salah satu suku yang dibawa oleh Patih Nan Sabatang yaitu suku minang kabau yang mamangul/ membuat laman Kudangan. Seiring berjalanya waktu maka teringatlah Patih Nan Sabatang dengan anak dan isterinya yang pertama di pulau sumatera, karena rasa rindu dengan istri, anak dan kampung halamanya akhirnya Patih Nan Sabatang memutuskan kembali ke Pagar Uyung, pulau sumatera bersama anaknya Cenaka Burai sedangan isrinya dayang ilung memutuskan untuk tinggal di kerajaan sarang paruya. setelah sekian lama tinggal di pagar ruyung maka dewasalah Canaka Burai anak dari istrinya Dayang Ilung. Cenaka Burai sudah mengetahui bahwa dirinya memiliki seorang ibu asli dari dari kerajaan Sarang Paruya, dengan ijin ayahnya Patih Nan Sabatang, maka canaka burai memutuskan berlayar ke Kerajaan Sarang Paruya untuk menengok dan bertemu dengan ibunya tercinta dayang ilung, sebelum Canaka Burai berlayar ke kerajaan sarang paruya ayahnya memberikan cincin dan lukisan sebagai tanda cinta kasih yang tulus darinya ibunya. maka berlayarlah Canaka Burai ke kerajaan Sarang Paruya, berita kedatangan cenaka burai telah sampai ditelinga Dayang Ilung maka Dayang Ilung pun datang langsung kekapal anaknya setelah Ia sempai kekapal Canaka Burai Dayang Ilung mengatakan bahwa akulah Ibumu yang sekarang kamu cari-cari maka Canaka Burai langsung mengambil cincin dan lukisan yang diberikan ayahnya, untuk menentukan kebenaran dari perkataan ibu tua tersebut maka cenaka buraipun langsung mencobakan cincin itu di ibu cari ibu tua tersebut tapi ternyata cicin itu tidak cocok lagi dengan jari manisnya dan raut wajah Dayang Ilung pun tidak sama lagi dengan kecantikan raut wajah yang ada dalam lukisan itu. Maka Canaka Burai pun langsung mengatakan kepada Dayang Ilung bahwa dia bukanlah ibunya, Ia mengatakan bahwa ibunya sangat cantik seperti dalam lukisan yang ada padanya, tetapi dayang ilung tetap memaksa untuk naik ke kapal anaknya canaka burai, canaka burai langsung memukul tangan dayang ilung dengan palu lalu mengatakan, tidak, kamu bukan ibuku. mendengar perkataan cenaka burai tersebut maka sedih hati dan menangislah dayang ilung sambil menangis maka ia meludah kelantai sambil menyingkapkan tapihnya dan berkata, kalau kamu memang bukan anaku maka selamatlah kamu dalam pelayaran kembali ke Sumatera tetapi kalau memang kamu anakku yang keluar dari dalam rahimku maka kamu akan mendapat celaka. Akhirnya Canaka Burai pun melepaskan tali kapalnya dan langsung berlayar kembali ke sumatera, setelah beberapa saat meninggalkan pongkalan parahu mahiba bilai maka awan dilangitpun menjadi gelap disertai datangnya angin badai yang sanggat kencang menerjang kapal Canaka Burai. Maka menyesallah cenaka burai dan mengakui bahwa Dayang Ilung memang ibunya, lalu terdengarlah teriakan Canaka Burai ibu...... ampunilah kesalahan anakmu ini tetapi Dayang Ilung mengatakan tidak anakku ludahku sudah jatuh kelantai tidak mungkin kujilat kembali. Akhirnya kapal Canaka Burai pun pecak serta hancur berkeping-keping diterjang anggin badai kencang. Conon badan kapal bagian haluan menjadi batu berada di bukit Sampuraga, garamnya menjadi batu kakorakan di ula/ilir laman Patarikan, ayam dan papan parahunya menjadi batu di dalam sungai ginih. Seiring berjalannya waktu maka pecahlah Kerajaan Sarang Paruya, sehingga penduduk kerajaan Sarang Paruya membuat pemukiman/ laman baru yang bernama laman Satabang, sebagai pemimpin laman Satabang pertama adalah raja bungkal hulu sungai, raja bungkal hulu sungai mempunyai saudara Pangoma, anak dari Ladan dan Tulang Kambing adapun bungkal memiliki tujuh orang istri dan dikaruniai empat puluh sembilan orang anak dan telah berpencar kemana-mana. setelah sekian lama menetap di laman satabang maka terjadilah perselisihan antar Bungkal dan Pangoma perselisihan tersebut terjadi akibat dari binatang peliharaan diantara mereka saling mendatangi areal pemukiman dan akhirnya mereka saling membunuh binatang tersebut, untuk menghindari pertikaian diantara dua saudara tersebut maka mereka membuat parit untuk pembatas wilayah pemukiman dari dua saudara yang sampai saat ini masih terlihat didaerah hulu satabang. Namun diakibatkan perselisihan dua saudara tersebut terus berlanjut akhirnya Pangoma memutuskan untuk pindah bersama anak dan istrinya ke daerah jantur di kaki bukit banyawai, ia menetap dan melanjutkan hidupnya disana. Seiring berjalannya waktu maka meninggalah Bungkal sebagai pemimpin Laman Satabang, dan digantikan oleh anaknya Rata, Rata mempunyai istri Ruba. Ruba melahirkan Panisa dan Panisa menggantikan Rata ayahnya sebagai pemimpin Laman Satabang, panisa mempunyai anak yaitu Patih Panyang,k dan Patih Panyang,k mempunyai anak bernama Pahulu, Pahulu beristrikan Omi, kerena wabah penyakit sampar/ kacacar yang melanda masyarakat di Laman Satabang,k, Pahulu langsung mamangul laman yang diberi nama laman Onyu maka pindahlah pahulu, anak dan istrinya kelaman onyu untuk menghindari wabah penyakit tersebut diatas. Sebagai pemimpin pertama di laman onyu adalah Labihi Sasap Singa oleh kerena Singa membuat pelanggaran maka Singa digantikan oleh Kahingai pada saat kepemimpinan Kahingai maka laman Onyu dipindah yang sekarang disebut laman Kinipan. adapun pemimpin laman kinipan yang pertama adalah Koling, koling cucu dari Kahingai anak dari Tikus, Koling diganti oleh anaknya Jangkan, Jangkan digantikan oleh anaknya Songkar, Songkar digantikan oleh anaknya Untung,k, Untung,k digantikan anaknya Bungah, Bungah diganti oleh saudaranya Tinduh pada saat kepemimpinan Tinduh lah sejarah sudah mulai tercatat Tinduh menjadi Kepala Kampung Kinipan pada Tahun 1932 selanjutnya Tinuh diganti oleh Bisa Pada Tahun 1943 Bisa digantikan oleh Phaing pada Tahun 1944 sampai Tahun 1952 Phaing, digantikan oleh Yohanes Jaman dari tahun 1952 sampai tahun 1971 Yohanes Jaman digantikan Oleh Yunias Ampun dari tahun1972 sampai tahun 1995 Junias Ampun digantikan oleh Mathias Wilson ditahun 1996 mengundurkan diri dari jabatan kepala desa dan dilanjutkan oleh Herman Jali sabagai PJS sampai dengan tahun 1998, Herman Jali digantikan oleh Effendi Buhing dari tahun 2001 sampai tahun 2004 Effendi Buhing mengundurkan diri dari jabatan kepala Desa dan digantikan oleh Yosep Sedan selaku PLH sampai tahun 2005, dan digantikan oleh omas jayang Alpin Nyahoe dari tahun 2005 sampai tahun 2011 omas jayang Alpin Nyahoe digantikan oleh omas patinggi Emban dari Tahun 2011 sampai tahun 2017.
Sejarah Singkat Kepemimpinan Kepala Adat Laman Kinipan
Omas Pati Indunt
Omas Kanuruhan Siman
Omas Karoma Seren
Omas Cinaga Amut
Omas Gajah Mada Golau
Omas Tana Edmon Guna
Omas Radin Yunias Nasip
Omas Patih Alpius Ijun
Omas Nata Yonas Pentan
Omas Suka Kuin Tibung
Omas Karya Thomas Lidin
Omas Ganda Elyakin Pangkong
Kondisi saat ini yang terjadi , Wilayah Adat Laman Kinipan tumpang tindih dengan peta perizinan milik PT. Sawit Mandiri Lestari (SML). Masyarakat adat Laman Kinipan sejak awal menolak karena merasa tak pernah menandatangani persetujuan pelepasan tanah. Berbagai upaya sudah dilakukan seperti melaporkan ke Pemerintah Kabupaten Lamandau, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Lalu Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Komnas HAM, bahkan sudah dua kali mediasi di Kantor Staf Presiden. Upaya itu tak membuahkan hasil. Perusahaan tetap bekerja membabat hutan. Kayu-kayu ulin hasil penebangan pun dipotong-potong dijadikan balok dan dibawa perusahaan.
|